Monday, 13 February 2017

Hypno terapi 9 habits

Hypno 9 HABITS

9 Kebiasaan Ini Akan Membuat Kamu Menyesal 10 Tahun Lagi

Pernah baca buku The Power of Habit karangan Charles Duhigg? Buku itu memaparkan betapa kebiasaan kamu pada akhirnya akan membentuk pola pikir dan pilihan-pilihan kamu dalam hidup. Ini berarti, membentuk kebiasaan sama dengan membentuk masa depan kamu.

Sekarang bayangkan deh, 10 tahun lagi kamu mau jadi apa? Sesukses apa? Pastinya kamu ingin sukses dan bahagia dong ya.. Nah, ada beberapa kebiasaan yang mungkin akan membuat kamu menyesal nantinya kalau kamu tetap pertahankan kebiasaan-kebiasaan ini.

Kenapa bisa begitu? Karena kebiasaan-kebiasaan ini sedikit banyak membuat pola pikir kamu menjadi negatif dan pemalas. Jadi, kalau kamu punya salah satu dari 10 kebiasaan ini, mulai kurangi dari sekarang yuk..

1. Malas

Duh, Percaya deh, kebiasaan yang satu ini tidak akan membawa kamu kemanapun. Tidak ada miliader yang mendapatkan uangnya dari mainin Angry Birds kan? Kalau kamu mau sesuatu, ya kamu harus memperjuangkannya. No pain, no gain kawan.

2. Menunda-nunda pekerjaan

“Duh nanti aja deh.” “Belum mood nih.” and it goes on, and on, and on… Selalu ada alasan untuk menunda sesuatu. Apa sih efek dari terlalu sering menunda ini? Ya.. nantinya kamu akan terkenal sebagai orang yang tidak punya integritas dan komitmen. Coba, kalau ada teman kamu yang kepintarannya biasa aja, tapi selalu tepat waktu mengerjakan deadline tugas, dengan kamu yang selalu menunda, bos akan pilih siapa? Sederhana kan?

3. Terlalu rempong mengurusi hal-hal kecil

Menjadi orang yang detail itu bagus, tapi terlalu detail sampai ke hal-hal yang kecil sampai kamu dirasa oleh orang lain sebagai perfeksionis brutal yang tidak percaya sama timnya sendiri, well.. it ain’t good, for your team as well as yourself. Percaya deh, orang lain kompeten kok, dan tidak semuanya harus benar-benar sesempurna yang kamu bayangkan. It’s life, imperfection it’s a part of it. Deal with it.

4. Merendahkan standarmu

Kamu harus punya standar buat segalanya. Jangan terima kalau pacar kamu nyakitin kamu terus-menerus. Jangan terima kalau kamu diperlakukan tidak baik oleh bosmu. Tetapkan standar, hargai diri kamu sendiri. Don’t ever settle for less than you want.

5. Menyerah

Banyak orang sukses itu lahir dari keadaan yang sulit dan keras. Coba deh baca cerita biografi orang-orang besar seperti Obama, Jokowi, atau Eminem. Mereka sukses bukan karena mereka langsung berhasil mewujudkan mimpi mereka dalam waktu singkat. Pemenang sejati adalah orang-orang yang tidak pernah menyerah walaupun diterpa kesulitan-kesulitan tiada henti.

6. Takut akan perubahan

Perubahan itu tidak bisa dihindari. Dunia akan selalu berubah, dan yang bisa kamu lakukan adalah menghadapinya. Lalu, kalau kamu tidak suka dampak dari perubahan itu gimana? Well, be creative then! Cari cara supaya kamu masih bisa berkompromi dengan perubahan-perubahan itu sambil tetap mempertahankan prinsipmu sendiri.

7. Egomaniak

Kita pastinya harus punya kepercayaan diri yang sehat dalam menjalani kehidupan. Namun, kamu harus sadar, tidak ada orang yang benar-benar sempurna dan menguasai segalanya di dunia ini. Selalu ada langit diatas langit. Jadi, jangan menjadi seorang narsistik yang selalu merasa serba bisa dan tidak butuh bantuan orang lain, percaya deh, itu cuma akan nyusahin diri kamu sendiri di akhir.

8. Berteman dengan orang-orang yang sifatnya tidak baik

Berteman dengan orang-orang dengan sifat yang buruk, pasti akan menularkan sebagian sifatnya ke diri kita juga. Itulah pentingnya membuat lingkaran pertemanan yang baik disekitar kita. Kalau memang tidak baik untuk kita, kenapa harus dipertahankan?

9. Membiarkan orang lain menentukan mimpi kita

Tidak seorang pun di dunia ini yang berhak menentukan mimpi kamu. Entah itu orang tua kamu, guru kamu, apalagi teman kamu. Kenapa? Karena kamulah nantinya yang akan menjalani semua prosesnya, bukan mereka.

Jadi, jangan ikut-ikutan. Kenali diri kamu, tentukan mimpimu, dan jalani prosesnya sebaik mungkin. Mengenai tercapai atau tidaknya, kita serahkan semuanya kepada yang Maha Kuasa

MAU TAU lebih banyak
Seputar HIPNOTERAPI

Silahkan BERGABUNG dalam Group
Utk saling Sharing/Hiring
dalam ilmu Hipnoterapi

Khusus PRIA:
https://chat.whatsapp.com/HR0cofB536lF4BfYzhHf4e

Khusus WANITA:
https://chat.whatsapp.com/D1ORSwGm2Wu4QsJ9LCjlIa

Salam Hipnoterapi itu Positif
Kak Awin Hipnoterapis
Wa: 081293181817
Pin: D3AC6C1B
Ig: kak_awin1
Fb: kak awin
Line: Kakawin_hipnoterapis

Tuesday, 31 January 2017

ANAKKU TIKET SURGAKU

Ust. Bendry J.
Pondokgede, 29 Jan' 17

Luruskan NIAT : Dalam menjalankan setiap aktifitas kita hendaknya meluruskan niat kita sehingga bisa mendapat ibroh atau pelajaran dari aktifitas tersebut. sama halnya saat kita mendidik anak kita harus mengiklaskan dan meluruskan niat kita semata-mata agar dalam mendidik anak diarahkan oleh Allah SWT.
tidak hanya itu kita juga harus banyak belajar agar kita menjadi orang tua yang handal dan Ahli.

"Jika suatu urusan dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya (berilmu) maka tunggulah kehancurannya".
Begitu pula dalam menjadi orang tua perlu ilmu agar dalam mendidik anak benar-benar menjadi tiket ke surgaNya.

Kegagalan : banyak hal yang menjadikan kita gagal mendidik anak
balighnya lebih utama daripada dewasa aqilnya, ini fenomena yang terjadi saat-saat ini dimana banyak sekali anak yang belum matang secara pemikiran sudah melakukan hal-hal yang belum pantas dilakukan ( yang boleh dilakukan pasangan suami istrui ), banyak sekali perjinahan , hamil diluar nikah, tindak kekerasan yang sangat tidak manusiawi, dan lain sebagainya

Dahulu jika anak yang sadah akil balig pasti mereka disuruh untuk menikah ini semata-mata untuk menjaga mereka dari perbuatan perbuatan yang dilarang, dan untuk menjaga nama baik mereka di masyarakat. keturanan yang baik yang mendatakan kebaikan pula untuk generasi berikutnya.

Hak anak :
  1. Diberi nama yaitu Berilah nama anak yang didalamnya mengandung arti yang baik dan juga do'a harapan kita untuk anak kita
  2. Di akikah kan yaitu sebagai wujud syukur kita kepada Allah Ta'ala atas karunia yang tidak terhitung banyaknya
  3. Dididik yaitu dengan mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan keislaman sehingga Mereka mempunyai bekal baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat

naman selain itu kita juga harus menjaga diri kita untuk mencintai anak dan pasangan kita sewajarnya jangan sampai mengalahkan kecintaan kita kepada Allah SWT. ini dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 14
" Dijadikan Indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. itulah kesenangan hidup didunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik ( surga )

Beberapa Tingkatan cinta :
1. Cinta kepada Allah, Ada beberapa hal mendasar yang mengharuskan kita mencintai Allah SWT, di antaranya yaitu :
  1. Karena Allah SWT berkata tentang orang-orang yang dicintai-Nya : “Katakanlah : “JIka kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. “Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali-Imran [3]:31)
  2. Karena Allah SWT yang telah menciptakan kita semua dari tidak ada, lalu Dia menyempurnakan penciptaan kita dan memberikan anugerah dengan berbagai keutamaan melebihi orang-orang yang diberi keutamaan, di antaranya dengan kenikmatan Islam. Allah SWT pun memberikan reziki yang teramat banyak kepada kita tanpa kita meminta-Nya dan Dialah yang memiliki surga sebagai balasan  amal-amal, sebagai pemberian dan keutamaan, ini merupakan keutamaan yang awal dan akhir.
  3. Rasulullah SAW berdoa agar mencintai Allah SWT. Dan beliau SAW adalah teladan kita, jika demikian halnya maka kitapun harus mencari cinta Allah SWT sebagai wujud itibak dan peneladanan kita kepada beliau SAW : “Ya Allah, aku memohon cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu dan cinta terhadap amalan yang akan mendekatkanku kepada cinta-Mu”. HR. Al-Tirmidzi.

2.Cinta kepada Rosul, Hikmah dan keutamaan yang bisa kita ambil dari rasa cinta kita terhadap Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam, diantaranya adalah :

  1. Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam adalah teladan yang baik bagi umatnyaMereka yang meneladani Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam baik ucapan maupun perbuatan beliau adalah orang-orang yang telah menempuh jalan yang lurus yang pada akhirnya akan membawa mereka menuju kemuliaan serta rahmad dari Allah SWT. Allah SWT berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Qs. al-Ahzaab: 21)

  1. Dengan mencintai Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam akan membawa kita untuk melakukan hal-hal yang beliau cintai
    Suatu ungkapan menyatakan bahwa “bukankah pecinta akan melakukan hal-hal yang disukai oleh yang dicintai?” jadi dengan mencintai Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam maka kita akan terbawa untuk melakukan hal-hal yang disukai oleh Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam. Dan itu artinya bahwa kita akan berjalan di jalan yang diridhoi Allah SWT. Selain itu, orang yang mencintai Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam dengan sungguh-sungguh, maka Beliau sholallahu Alaihi Wassalam akan membalas dengan cintanya pula.
  1. Mereka yang mencintai Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam akan senantiasa bersama Beliau Sholallahu Alaihi Wassalam

Kapankah kiamat datang?” Nabi pun SAW menjawab, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang itu menjawab, “Wahai Rasulullah, aku belum mempersiapkan shalat dan puasa yang banyak, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya SAW” Maka Rasulullah SAW pun bersabda, “Seseorang (di hari kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai.” Anas pun berkata, “Kami tidak lebih bahagia daripada mendengarkan sabda Nabi SAW, ‘Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.’” Anas kembali berkata, “Aku mencintai Nabi SAW, Abu Bakar dan Umar, maka aku berharap akan bisa bersama mereka (di hari kiamat), dengan cintaku ini kepada mereka, meskipun aku sendiri belum (bisa) beramal sebanyak amalan mereka.
  1. Dengan tulus mencintai Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam, maka orang tersebut akan merasakan manisnya iman
Ada tiga hal, barang siapa melaksanakan ketiga-tiganya maka ia akan merasakan kelezatan iman: Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada yang lain, orang yang mencintai orang lain hanya karena Allah dan orang yang benci untuk kembali kekafiran sebagaimana benci untuk masuk ke dalam neraka.“(HR. Bukhari)
  1. Dengan mencintai Rosulullah Sholallahu Alaihi Wassalam akan dapat membawa seseorang menuju pada kesempurnaan iman

Demi Allah, salah seorang dari kalian tidak akan dianggap beriman hingga diriku lebih dia cintai dari pada orang tua, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. Al-Bukhari)

3.cinta untuk berjihad, inilah bentuk pengorbanan dan pembelaan kita terhadap tegaknya agama Islam, untuk itu bersiap siagalah untuk menyanbutnya jika sewaktu-waktu panggilan jihad itu dikumandangkan


Dalam mendidik anak kita janganlah mencari jalan pintas dengan meberikan pendidikan anak kepada orang lain, inilah yang seharusnya menjadi fakus orang tua agar senantiasa menjalankan proses pendidikan ini dilingkungan keluarga terlebih dahulu. dengan lingkungan keluarga sebagai modal perndidikan anak tidak lain agar meminimalkan kesalahan pendidikan yang dilakukan oknum yang tidak bertanggung jawab. " FOKUS TERHADAP PROSES " sehingga menghadirkan pahala kepada orang tuanya itu sendiri.
cotoh nyata yang terjadi dimasa lalu seperti kisah Nabi Nuh as mengajarkan sabar dlm proses yaitu berdakwah 950 th jamaahnya yang didapatnya hanyalah 40 orang

dalam mengasuh anak kita sebagai orang tua harus terlebih dahulu memberikan semua hak-hak anak, Nikmati masa susah dalam mendidik anak yang kelak akan dituai saat dewasa nanti. Kisah nabi Yunus AS yang berputus asa terhadap kaumnya yang tidak mengikuti ajarannya dan meninggalkannya. Sehinga Allah pun menegurnya dengan dibuang ke laut dan di makan ikat paus.(surat 21:87 )

2. Konfirmasi persepsi anak adalah hendaknya kita melibatkan mereka tentang pengambilan keputusan unutk memilih apa yang mereka suka dan yang tidak mereka suka. sehingga mereka akan terbiasa untuk mempertimbangakan baik dan buruknya dalam mengambil sikap.

3. bertanya dan bermusyawarah dg anak.
Kisah nabi Ibrahim as dg putranya nabi Ismail as saat perintah Allah untuk menyembelihnya.
jika anak sudah bisa membedakan kanan dan kiri, maka tanyalah apa keinginan dan harapannya.
Bertanya dulu sebelum bercerita atau melakukan sesuatu.

berikan hak anak dlm bermain. Shg saat dewasa tetap bersikap dewasa bukan spt anak2 krn semasa kecilnya hak bermain tdk diberikan. HR. Ahmad dan Baihaqi "Sesungguhnya ada orgtua yg masuk surga dan diangkat derajatnya. Padahal ibadahnya biasa-biasa saja. Kok bisa? Karena permohonan doa dari anaknya.


Hak anak terhadap ayahnya:1. Dipilihkan ibu yang baik
2. Mdpt nama yang baik
3. Diajarkan al kitab/al quran

Kebaikan itu akan dapat menaklukkan hati manusia dengan syarat SERING dan EKSTRIM.

Waktu ekstrim dalam pendekatan kepada anak:
1. Hadirlah saat anak waktu sedih.
2. Hadirlah saat anak sedang sakit.
3. Hadirlah saat anak unjuk prestasi

Kesimpulan :
1. Pelajari ilmunya
2. Penuhi haknya
3. Fokus dalam proses mendidiknya.

Sudah Haji dan Umroh Selagi Muda

Saat muda adalah saat dimana jiwa petualang sangat menggelora, dimana keinginan untuk mengunjungi berbagai macam tempat yang indah dan sensasional sangat di idamkan. lain halnya jika waktu muda kita habiskan untuk melakukan berbagai aktifitas ibadah dan pastinya akan lebih bermanfaat untuk kehidupan kita. contohnya adalah mealaksanakan ibadah Haji dan Umroh.

lagipula, jika kita kaji dan telusuri lebih dalam lagi Khususnya Ibadah Haji merupakan Rukun Islam yang ke lima, kita wajib menunaikannya ketika sudah mampu baik materi, fisik dan lainnya. banyak hal yang melatar belakangi kenapa kita sangat bersemagat untuk kesana, berikut kita bahas alasan kenapa orang menyegerakan ibadah Haji selagi masih muda

Menjawab Panggilan Allah SWT

panggilan ketanah suci tertera dalam penjelasan pada surat Ibrahim ayat 27 " Dan ( wahai nabi ibrahim 'alaihiwasalam ) berserulah kepada manusia ( memanggil mereka ) Untuk mengerjakan Haji..." kalau dicermati lebih seksama panggilan tersebut diserukan kepada kita semua umat islam. bagaiamana kita mengayati panggilan tersebut, tidak ada cara lain kita mesti belajar dan mempersiapkan diri sampai saat yang ditentukan oleh Allah untuk berkunjung ke Baitullah.

Menambah pemahaman dan pembelajaran tentang islam

Hampir setiap aktifitas kita untuk menjalankan Haji dan Umrah pastinya membutuhkan banyak sekali tenaga dan menguras stamina kita, inilah esensi mengapa ketika masih muda dianjurkan untuk mgerjakan ibadah haji dan Umrah. Bentuk pengorbanan kita yang menjadi bekal tersendiri untuk kehidupan selanjutnya yang lebih baik lagi.

Menstabilkan keimanan yang Fluktuatif

keimanan anak muda biasanya cenderung tidak stabil karena tingkat pemikiran yang belum matang, masih senang dengan aktifitas-aktifitas duniawi yang seyogyanya banyak menjauhkan diri mereka dari nilai-nilai keislaman.

Mendapat perlindungan Allah SWT

diantara tujuh golongan yang mendapat naungan dari Allah pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya adalah anak muda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah. haji dan Umrah selagi muda pastinya lebih baik dari pada dikerjakan dimasa tua. dan namanya ibadah kita harus menyegerakan agar cepat terlaksanakan sehingga rahmat Allah akan cepat datang kepada kita.

Bisa melayani orang lain

bentuk pelayanan kepada jamaah haji dan umrah lainnya merupakan bentuk kemuliannya yang bisa kita lakukan untuk orang lain . melayani mereka adalah ladang amal yang InsyaAllah mendatangkan pahala bagi kita.

Menambah pengetahuan keislaman dan pengetahuan sirah nabawiyah

saat haji adalah waktu terbaik untuk banyak belajar tentang dunia keislaman, terutama tentang sirah Nabi Muhammad SAW. cari ini mungkin lebih melekat bagi para anak muda yang ingin lebih dalam mempelajari dunia islam dibanding dengan menbaca teks literatur ( buku ). selain akan lebih mudah tertanam dan juga kegiatan aplikatif akan bisa diamalkan lebih mudah karena sudah memprkatekkannya secara langsung.

  

Saturday, 28 January 2017

Berbakti kepada orang tua


Pada hakekatnya setiap anak pasti ingin sekali bahkan bercita-cita membahagiakan orang tua. Banyak hal yang mereka korbankan kepada kita selaku anak, maka sepatutnya lah kita membahagiakan mereka. Bahagia bukanlah sekedar ukuran materi yang diberikan melainkan kasih sayang dan perhatianlah yang mereka butuhkan.

Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan agar mereka bahagia:

  1. Membantunya pada setiap aktifitas yang kiranya kita bisa Membantunya bila perlu kita menggantikan pekerjaan tersebut
  2. Bagi yang sudah menikah usahakan seminggu sekali kita berkunjung untuk mengobati kerinduan, bahkan menjadi obat saat mereka sakit
  3. Cobalah berkomunikasi baik secara langsung maupun melalui telepon
  4. Doa kan mereka agar senantiasa sehat walafiat
  5. Barilah sesekali kejutan berupa hadiah, tak banyak namun memberi kesan kepada mereka bahwa itu sebuah bentuk perhatian,  dll

Ingatlah betapa besar kasih sayang kedua orang tuamu kepadamu. Ingatlah betapa besar perhatian mereka akan tempat tinggalmu, makan dan minummu, pendidikanmu, serta penjagaan mereka pada waktu malam dan siang. Ingatlah betapa besar kekhawatiran mereka ketika engkau sakit hingga pekerjaan yang lain pun mereka tinggalkan demi merawatmu. Uang yang mereka cari dengan susah payah rela mereka keluarkan tanpa pikir panjang demi kesembuhanmu. Ingatlah kerja keras siang malam yang mereka lakukan demi menafkahimu. Niscaya engkau akan mengetahui kadar penderitaan kedua orang tuamu pada waktu mereka membimbing dirimu hingga beranjak dewasa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan di dalam Al qur’an, agar manusia berbakti kepada kedua orang tuanya.

“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya. Dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, sayangilah mereka keduanya, sebagaimana keduanya telah menyayangi aku waktu kecil.'” (Al Israa’: 23-24)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam surat An Nisaa’ ayat 36, “Dan sembahlah Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan dirinya.” (An Nisaa’: 36)

Jika kita perhatikan, berbuat baik kepada kedua orang tua seperti yang tercantum pada ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua menduduki peringkat kedua setelah mentauhidkan (mengesakan) Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam beribadah. Karena itu bisa kita pahami bahwa tidak boleh terjadi bagi seorang yang mengaku bertauhid kepada Allah tetapi ia durhaka kepada kedua orang tuanya, wal iyadzubillah nas alullaha salamah wal ‘afiyah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Menciptakan dan Allah yang Memberikan rizki, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang berhak diibadahi. Sedangkan orang tua adalah sebab adanya anak, maka keduanya berhak untuk diperlakukan dengan baik. Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi seorang anak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian diiringi dengan berbakti kepada kedua orang tuanya.

Saudariku, marilah kita belajar dari mulianya akhlaq para salaf dalam berbakti kepada kedua orang tuanya. Sesungguhnya dari kisah mereka kita dapat mengambil pelajaran yang baik. Dari Ibnu Aun diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Seorang lelaki ada yang pernah menemui Muhammad bin Sirin di rumah ibunya. Ia bertanya, “Ada apa dengan Muhammad? Apakah ia sakit?” (karena Muhammad bin Sirin suaranya lirih hampir tak terdengar bila berada di hadapan ibunya. red). Orang-orang di situ menjawab,“Tidak. Cuma demikianlah kondisinya bila berada di rumah ibunya.”

Dari Hisyam bin Hissan, dari Hafshah binti Sirin diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Muhammad, apabila menemui ibunya, tidak pernah berbicara dengannya dengan suara keras demi menghormati ibunya tersebut.”
Dari Ibnu Aun diriwayatkan bahwa ia menceritakan, “Suatu hari ibunya memanggil beliau, namun beliau menyambut panggilan itu dengan suara yang lebih keras dari suara ibunya. Maka beliau segera membebaskan dua orang budak.”

Dari Muhammad bin sirin diriwayatkan bahwa ia menceritakan, pada masa pemerintahan Ustman bin Affan, harga pokok kurma mencapai seribu dirham. Maka Usamah bin Zaid bin Haritsah mengambil dan menebang sebatang pokok kurma dan mencabut umbutnya (yakni bagian di ujung pokok kurma berwarna putih, berlemak berbentuk seperti punuk unta, biasa dimakan bersama madu), lalu diberikan kepada ibunya untuk dimakan. Orang-orang bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau melakukan hal itu, padahal engkau tahu bahwa pokok kurma kini harganya mencapai seribu dirham?” Beliau menjawab, “Ibuku menhendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya.”

Saudariku, andaikan (kelak) kita menjadi orang tua, tidakkah kita akan kecewa dan bersedih hati bila anak kita berkata kasar kepada kita, orang tuanya yang telah membesarkannya. Lalu, apakah kita akan tega melakukannya terhadap orang tua kita saat ini? Mereka yang selalu berusaha meredakan tangis kita ketika kecil. Ingatlah duhai saudariku, doa orang tua terutama ibu adalah doa yang mustajab. Maka janganlah sekali-kali engkau menyakiti hati mereka meskipun engkau dalam pihak yang benar. Cermatilah kisah berikut ini saudariku…

Dari Abdurrahman bin Ahmad, meriwayatkan dari ayahnya bahwa ada seorang wanita yang datang menemui Baqi’ dan mengatakan, “Sesungguhnya anakku ditawan, dan saya tidak memilki jalan keluar. Bisakah anda menunjukkan orang yang dapat menebusnya; saya sungguh sedih sekali.” Beliau menjawab, “Bisa. Pergilah dahulu, biar aku cermati persoalannya.” Kemudian beliau menundukkan kepalanya dan berkomat-kamit. Tak berapa lama berselang, wanita itu telah datang dengan anak lelakinya tersebut. Si anak bercerita, “Tadi aku masih berada dalam tawanan raja. Ketika saya sedang bekerja paksa, tiba-tiba rantai di tanganku terputus.” Ia menyebutkan hari dan jam di mana kejadian itu terjadi. Ternyata tepat pada waktu Syaih Baqi’ sedang mendoakannya. Anak itu melanjutkan kisahnya, “Maka petugas di penjara segera berteriak. Lalu melihatku dan kebingungan. Kemudian mereka memanggil tukang besi dan kembali merantaiku. Selesai ia merantaiku, akupun berjalan, tiba-tiba rantaiku sudah putus lagi. Mereka pun terbungkam. Mereka lalu memanggil para pendeta mereka. Para pendeta itu bertanya, ‘Apakah engkau memilki ibu?’ Aku menjawab, ‘Iya.’ Mereka pun berujar, ‘mungkin doa ibunya, sehingga terkabul’.”

Kejadian itu diceritakan kembali oleh al Hafizh Hamzah as Sahmi, dari Abul Fath Nashr bin Ahmad bin Abdul Malik. Ia menceritakan, aku pernah mendengar Abdurrahman bin Ahmad menceritakannya pada ayahku, lalu ia menuturkan kisahnya. Namun dalam kisahnya disebutkan, bahwa mereka berkata, “Allah telah membebaskan kamu, maka tidak mungkin lagi bagi kami menawanmu.” Mereka lalu memberiku bekal dan mengantarkan aku pulang.

Wednesday, 25 January 2017

Kisah Fatimah

Fatimah:"Maafkan aku ALI, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang Pemuda"...


INSPIRADATA. Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya.

Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.

Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad bin Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah.

Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi.

Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan. Dialah Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

“Allah mengujiku rupanya”, gumam batin Ali.

Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berdakwah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; Utsman, Abdurrahman ibn Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.

Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. “Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam’Ali.

“Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku,” tambah batinnya lagi.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.Lamaran Abu Bakr ditolak.

Hal itu membuat Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut. Dialah Umar ibn Al Khaththab.

Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya?
Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ‘Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin?

Dan lebih dari itu, Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, “Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar..”

Betapa tinggi kedudukan Umar di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar melakukannya.

Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan Nabi SAW. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. “Wahai Quraisy. Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang Umar di balik bukit ini!” , kata Umar dengan berani.

Umar adalah lelaki pemberani. Ali sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. Umar jauh lebih layak. Dan Ali ridha dengan hal itu.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan. Maka Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.

Di antara Muhajirin hanya ‘Abdurrahman ibn ‘Auf yang setara dengan mereka atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ‘Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

“Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan Ali.

“Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi,” tambah mereka.

“Aku?”, tanya Ali tak yakin.

“Ya. Engkau wahai saudaraku!”

“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”

“Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

Akhirnya Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah.

Ya, menikahi Fathima. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.

“Engkau pemuda sejati wahai Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Tak disangka, lamaran Ali akhirnya dijawab Rasulullah dengan ucapan, “Ahlan wa sahlan!” .Ya, kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Ali pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

“Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?” tanya kawan-kawan Ali.

“Entahlah..”

“Apa maksudmu?”

“Menurut kalian apakah ‘Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

“Apakah kamu tidak tahu artinya kawan?”, kata mereka.

“Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Singkat cerita, akhirnya Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.

Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada Ali.

“Maafkan aku Ali, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda,” tutur Fathimah.

Ali terkejut dan berkata, “Kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”tanya Ali kepada Fathimah.

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”.

Ini merupakan bukti dari sisi romantis dari hubungan dua insan mulia yang dicintai Rasulullah.

Kemudian Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah SAW mendoakan keduanya:

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab 4).

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah romantis dua insan mulia ini. Insya Allah.
Sumber: Buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A.Fillah

Tak Usah Kecewa

DARI JI'RANAH KITA BELAJAR MENGELOLA KECEWA

|Dwi Budiyanto|

Di Ji’ranah hari itu ada kecewa. Ada kebijakan Rasulullah yang tak dipahami.

Ada keputusan yang disalahmengerti. Sangat manusiawi kelihatannya. Orang-orang Anshar merasa disisihkan selepas perang Hunain yang menggemparkan.

Mereka telah berjuang total. Mereka berperang di sisi Rasul dengan penuh kecintaan. Tapi, harta rampasan perang lebih banyak dibagikan pada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Sementara pada mereka, seakan hanya memperoleh sisa.

Padahal, semua orang tahu, sebagaimana Rasul pun juga mengetahuinya: merekalah yang berjuang dengan sepenuh iman ketika orang-orang Quraisy dan kabilah Arab itu lari tunggang langgang pada serangan pertama pasukan Malik bin Auf An-Nashry.

Maka, hari itu di Ji’ranah, ada yang kasak-kusuk, ada yang memercikan api, “Demi Allah, Rasulullah saw telah bertemu kaumnya sendiri!” Kalimat itu jelas sarat kekecewaan.

Hari itu juga utusan Anshar, Sa’d bin Ubadah menemui Sang Rasul. Hatinya gusar. Ia ingin segera sampaikan apa yang dirasakan sahabat Anshar pada beliau. Ada yang mengganjal di hati, tapi (mungkin) mereka anggap tak layak untuk disampaikan. Sa’d bin Ubadahlah yang memberanikan diri.

“Ya Rasulullah, dalam diri kaum Anshar ada perasaan mengganjal terhadap engkau, perkara pembagian harta rampasan perang. Engkau membagikannya pada kaummu sendiri dan membagikan bagian yang teramat besar pada kabilah Arab, sementara orang-orang Anshar tidak mendapat bagian apapun.”

Kita menangkap protes itu disampaikan dengan lugas tapi tetap santun. Ada kecewa, tapi iman mereka mencegahnya dari sikap yang merendahkan. Ada ganjal di hati, tapi bukan amarah tak terkendali.

“Lalu, kamu sendiri bagaimana Sa’d?” tanya Sang Rasul.

“Wahai Rasulullah, aku tidak punya pilihan lain, selain harus bersama kaumku.” Jawab Sa’d menjelaskan perasaannya. Jujur. Apa adanya. Ia tidak menutup-nutupi bahwa dirinya juga kecewa. Rasulullah lalu meminta mengumpulkan semua orang Anshar. Pada mereka Rasul menenangkan.

“Bukankah dulu aku datang dan kudapati kalian dalam kesesatan, lalu Allah berikan kalian petunjuk? Bukankah dulu saat aku datang kalian saling bertikai, lalu Allah menyatukan hati kalian? Bukankah dulu saat aku datang, kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah mengayakan kalian?”

Orang-orang Anshar itu membenarkan. Mereka memang sedang dilanda kecewa, tapi lihatlah betapa mereka memilih diam, dan tidak balik menyerang dengan kata-kata dan argumentasi yang dapat diungkapkan.

Disebabkan iman sematalah mereka bersikap hormat pada Sang Rasul, meski mereka teramat kecewa. Saya bayangkan hari itu di Ji’ranah. Para sahabat yang mengelilingi Rasulullah.

“Demi Allah, jika kalian mau kalian bisa mengatakan, ‘Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkan. Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan lemah, lalu kami menolongmu. Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan terusir, lalu kami memberikan tempat. Engkau dulu datang kepada kami dalam keadaan miskin, lalu kami yang menampungmu.”

Saya bayangkan Rasul yang mulia menghela nafas sejenak. Dapat kita rasakan kata-kata itu menggetarkan dada orang-orang yang diliputi iman itu. Saya bayangkan tempat itu mendadak senyap, kecuali suara Rasulullah yang teduh. Beberapa sahabat mulai menitikkan airmata.

“Apakah ada hasrat di hati kalian pada dunia?” tanya Rasulullah tanpa susulan jawab dari para sahabat. Semua terdiam.

Pertanyaan itu mengetuk sisi terdalam dari jiwa para sahabat. Jiwa yang sejak semula disemai iman.

“Padahal, dengan dunia itu aku hendak mengambil hati segolongan orang agar masuk Islam.” Rasul mulai menjelaskan alasan kebijakannya.

Saya bayangkan para sahabat Anshar yang mengangguk paham dalam diam. “Sedangkan terkait keimanan kalian, aku sudah teramat percaya.” Kata-kata itu begitu dalam dan jujur.

Tetes airmata tak kuasa lagi ditahan. Terlebih ketika Rasulullah melanjutkan, “Apakah kalian tidak berkenan di hati jika orang-orang lain pergi membawa onta dan domba, sementara kalian pulang bersama Rasul Allah?”

Sebuah perbandingan yang kontras. Kesadaran itu hadir tidak tiba-tiba. Tangis para sahabat meledak. Jika bukan karena iman, kekuatan apa yang mampu menghadirkan kesadaran setelah kekecewaan? Sungguh, iman merekalah yang menyebabkan semua itu terjadi.

Kisah di atas teramat panjang. Dari dalamnya kita belajar bagaimana dalam komunitas kebaikan sekalipun, kekecewaan itu nyaris tak dapat dielakkan.

Setiap kita mungkin pernah kecewa. Sebabnya bisa bermacam-macam. Tapi sebagiannya karena kita tak persepaham dengan orang lain; apakah kelakuannya, kebijakannya, pernyataannya, perhatiannya, atau apapun. Kita pun bisa kecewa karena merasa tidak mendapat dukungan yang memadai. Kecewa itu bisa muncul dimana-mana, bahkan dalam dakwah sekalipun.

Di dalam bilik-bilik rumah bisa lahir kekecewaan. Suami kecewa pada istri atau sebaliknya, istri kecewa dengan suami. Di ruang-ruang kerja, kekecewaan dapat juga timbul. Di manapun ketika kita berinteraksi dengan orang lain, kekecewaan bisa hadir tiba-tiba.

Dalam dakwah, kecewa bisa juga tumbuh bagai ilalang. Sebabnya bisa bermacam-macam. Gagasan yang ‘dianggap’ tidak diperhatikan, selera-selera yang tak sama, kebijakan qiyadah yang tak memenuhi keinginan kita, perilaku dan tindakan ikhwah, dan yang lain.

Hanya kekuatan imanlah yang mampu menjaga kita dari penyikapan yang salah saat kecewa. Sebagian di antaranya menyikapi dengan marah, kalap, bahkan bisa juga dengan ‘mutung.’ Sebagian yang lain menyikapi dengan cara-cara yang lebih arif dan bijak.

Jika kecewa datang menggerogoti, periksalah kembali orientasi kita. Selialah motif kita. Periksa pula niat-niat kita dalam beramal dan beraktivitas. Inilah saat paling tepat untuk menakar motif dan orientasi kita.

Semoga pengiring atas rasa kecewa adalah sikap lapang dada, semangat beramal yang makin menggelora, keikhlasan yang mempesona, dan penghormatan pada sesama.

Jangan biarkan, kekecewaan ditanggapi dengan aktivitas yang tidak memuliakan kita. Jangan pula sampai kekecewaan menyeret kita pada devisit iman dan juga devisit emosi.

Sedari awal, kita memilih jalan dakwah,  bukan karena ingin selalu disenangkan. Bukan pula hasrat untuk terus dimenangkan. Kadang tak semua hasrat hati mesti terturuti. Begitulah tabiat perjalanan ini; kesediaan untuk berjalan bersama, mesti diikuti lapang dada atas segala kecewa yang muncul menggoda.

Kita memilih jalan dakwah semata karena berharap ridha Allah. Seluruh rasa kecewa itu hanyalah liliput atas kerinduan kita yang besar atas keridlaan Allah.

Semoga Allah menjaga keistiqamahan kita dan menguatkan keikhlasan kita dalam beramal.

Tuesday, 24 January 2017

Mengenal FPI

Pengakuan Keluarga Besar Kultural NU: Wahai Imam Besar FPI, Bagaimana Tak Berlinang Air Mata ini?

Submitted by redaksi2 on Rabu, 18 Jan 2017 - 12:01

Konfrontasi - Saya terlahir dari keluarga besar kultural NU, seperti sebagian besar masyarakat Kabupaten Kudus lainnya. Dunia pergerakan Islam dan dinamikanya kuikuti dengan seksama karena saya juga aktif di organisasi mahasiswa Islam baik internal maupun eksternal kampus di Kudus.

Interaksiku dengan teman-teman Muhammadiyah, Wahdah Islamiyah, HTI, Salafi, FPI dan Jamaah Tabligh lumayan menambah wawasan keagamaan, mengetahui paradigma pemikiran serta arah gerak perjuangan mereka.

Di antara oganisasi keagamaan tersebut, yang paling menyita perhatianku selama tiga tahun terakhir adalah FPI (Front Pembela Islam) .

Karena dalam kurun waktu itu, diriku merasa ada perubahan dalam persepsi terhadap FPI. Padahal dulu saya tidak suka terhadap organisasi ini (gara-gara perseteruan Habib Rizieq vs Gus Dur kala itu dan melihat aksi anarkis FPI). Jadi wajarlah sebagai anak muda yang baru beranjak dewasa, ikut ambil bagian membela tokoh organisasi kita. Dan tentu mengutuk tindakan anarkis atas nama agama.

Sejujurnya perubahan persepsi terhadap FPI terjadi setelah adikku kuliah di Semarang. Saat fase menempuh studi di ibukota Jawa Tengah ini, dia kerap sekali memposting kegiatan-kegiatan FPI dan ceramah Habib Rizieq Syihab di akun Facebook miliknya. Sebagai sesama ADK (Aktivis Dakwah Kampus), diskusi terkait sepak terjang FPI pun kami lakukan saat dia pulang kampung (pulkam). Intinya, dapat ditarik kesimpulan dalam dirinya terjadi perubahan persepsi terhadap Habib Rizieq dan FPI!

Tak kurang dari orangtua kami ikut mengkhawatirkan ini…

Akhirnya sebagai kakak, mau tak mau diriku ikut melacak apa dan bagaimana FPI. Tentu saja bicara tentang FPI maka tidak bisa dilepaskan dari pimpinannya, yaitu DR. Habib Muhammad Rizieq Syihab, Lc.MA, DPMSS (Datuk Paduka Maulana Syar’i Sulu).

Segala hal berbau Habib Rizieq dan FPI, saya browsing dengan kesungguhan hati. Pengajian, berbagai statemen dan berita menjadi sasaran kegalauan hati terhadap ormas Islam ini. Namun kali ini, sepak terjang Habib Rizieq dan FPI versi media-media mainstream tidak kuambil.

Karena diri ini sudah mengerti dan kenyang sekali dicekoki segala hal terkait FPI versi “kesalahan” dan “kejahatan” atas nama hukum dan agama. Media dari FPI sendiri dan media Islam lainnya menjadi referensi utama.

Dan hasilnya, diriku tercengang luar biasa. Persepsi terhadap FPI yang dulu benci mulai berubah arah. Sentimen anti terhadap FPI goyah. Masih galau dan tak mau asal percaya dengan hal-hal baik yang dilakukan FPI, maka diriku pun bertanya kepada kawan-kawan Facebook yang menjadi simpatisan FPI dan ikut pengajian Habib Rizieq di Markaz Syariah Petamburan, Jakarta. Diskusi kami lakukan lewat fasilitas inbox Facebook.

Diri ini juga berdiskusi langsung dengan salah satu habaib di Kudus yang menjadi simpatisan FPI. Tak hanya itu, saya juga berdiskusi dengan salah satu kiai kampung yang menjadi pengurus FPI.

Walaupun belum maksimal, saya ingin tabayun/konfirmasi langsung seperti perintah Baginda Nabi.

Ya Muqollibal Qulub…Wahai dzat pembolak-balik hati…Ya Hadi..

Oh Habib…Oh FPI…kau menyita perhatian dan waktuku dalam mozaik hidup ini…

Ya Habib Rizieq … bagaimana tak terpana mata ini?

Di tengah berbagai hujatan dan caci maki, engkau dirikan Markaz Syariah Pesantren Alam Agrokultural Mega Mendung Bogor di lereng Gunung Gede Pangrango. Di pesantren dengan motto “Cinta Alam, Hijaukan Bumi, Lestarikan Alam dan Lindungi Satwa” engkau didik para pemuda Islam agar cinta agama, cinta bangsa dan cinta alam dan berkontribusi nyata dalam urusan penghijauan.

Engkau tak hanya mengkritik pemerintah dalam urusan banjir di Jakarta, namun bergerak nyata melakukan program penghijauan di kawasan hulu sungai Ciliwung ini. 200 ribu pohon sudah ditanam dari target 1 juta pohon, sebagai upaya nyata mencegah banjir di Jakarta.

Wahai Habib Rizieq FPI …bagaimana tak kaget diri ini?

Di tengah citra burukmu di sebagian umat islam sendiri, engkau buat lagu "KISAH SANG RASUL" ( Rohatil ) yang membuat anak-anak muslim mudah mengenal Baginda Nabi Muhammad SAW. Jutaan umat muslim pun mendendangkan lagu ini di majelis taklim, pengajian, masjid dan mushola.

Tak cukup disitu, engkau membuat lagu MABRUK ALFA MABRUK sebagai upaya membumikan lagu Ulang Tahun versi islami. Belum lagi qosidah lagu MEDAN JUANG ISLAM yang mempesona dan Mars Aksi Bela Islam yang menggelora…

Ternyata dibalik sikap tegasmu, jiwa seni mengalir dalam urat nadimu ya Habibana…

Ya Sayyidi…pantaskah diri ini, yang belum melakukan hal besar buat negeri, membenci perjuanganmu dan FPI?

Padahal dalam perjuangan organisasimu (dengan berbagai kekurangan) telah melawan berbagai kemaksiatan. Pertarungan di Mahmakah Agung yang konstitusional terkait peredaran Miras engkau lakukan. Bibit-bibit tumbuhnya Komunisme engkau lawan demi marwah umat Islam dan utuhnya negara kesatuan. Dan menjadi garda terdepan dalam pembelaan terhadap Islam…

Ya Ahlul Bait Rasul…bagaimana tak bergetar dada ini?

Di tengah gencarnya pemberitaan negatif dan upaya pembusukan persepsi terhadapmu dan FPI, engkau tetap bergerak dan beraksi untuk negeri. Setelah bencana tsunami Aceh 2004, engkau bersama 1300an laskarmu mendirikan tenda di sudut-sudut kuburan massal di Nangroe Aceh Darussalam. Bekerja ikhlas siang malam menjadi “PASUKAN PEMBURU MAYAT” selama empat bulan. Puluhan ribu mayat yang laskar FPI temukan . Wujud nyata solidaritas atas nama saudara sebangsa dan seiman…

Tak cukup sampai disitu, organisasimu tak mau ketinggalan membantu dalam berbagai hal setiap ada bencana alam dan kemanusiaan. Termasuk rutin tiap tahun mengirimkan 1 milyar rupiah, untuk membantu saudaramu di Palestina atas nama solidaritas kemanusiaan dan empati saudara seiman…

Wahai pemimpin FPI…bagaimana tak membasah mata ini?

Ketika sedang sakit dan dijenguk Aa Gym, engkau berkata kepada beliau “Kita bagi tugas ya? Aa’ teruslah menyemai padi, saya yang membasi hama!”
Masya Allah…engkau mendukung Aa’ dalam dakwahnya (Amar Ma’ruf) dan siap menjadi pembasmi hama (Nahi Munkar). Posisi ini jelas seperti para pembasmi hama di sawah dengan berbagai risikonya. Mulai dari berkotor-kotor ria, tergelincir dalam kubangan lumpur sawah, digigit tikus sampai kesetrum jebakan listrik!

Maka jangan heran jika FPI dicaci oleh umat Islam sendiri dan menjadi musuh utama media mainstream sekuler. Peran ini berimpilikasi pada risiko cedera, masuk rumah sakit dan penjara hingga meninggal dunia karena baku hantam dengan preman, germo, bandar Narkoba dan mafia serta termasuk juga (saya menyayangkan) dengan aparat negara

Wahai Imam Besar FPI…bagaimana tak berlinang air mata ini?

Saat dirimu di penjara, engkau berdakwah kepada napi lain. Sekitar 700an tahanan dari 1800 napi muslim mengaji kepadamu. Engkau ajak mereka sholat berjamaah, berdzikir, dan ibadah lain kepada Allah. Dan alhamdulillah (dengan izin dan hidayah Allah) belasan napi non muslim berikrar masuk Islam lewat bimbinganmu.

Tak cukup sampai disitu, pengalaman aktivitas dakwahmu di penjara menjadi acuan laskar-laskarmu yang pada tahun 2014 “uzlah” di penjara. Mereka juga mengajak napi muslim lain untuk sholat berjamaah, berdzikir, maulid dan mengaji kitab-kitab klasik. Ah, menjadikan penjara bagaikan ” taman-taman surga”. Luar biasa….

Wahai Imam Besar FPI…bagaimana tak membasah pipi ini?

Ketika menonton dan memperhatikan ceramahmu di Malang yang dengan lantang dan penuh kesungguhan berkata:

“Mari rapatkan barisan kita. Mari tingkatkah ukhuwah Islamiyah diantara kita. Mari kita bagi-bagi tugas. Jangan kita saling menjatuhkan. Jika anda merasa apa yang kami (FPI) lakukan ini jelek maka doakan kami dan lakukanlah hal yang lebih baik dari kami. Jangan anda yang mengatakan kami jelek tetapi tidak melakukan apa-apa terhadap agama dan bangsa. Kalau memang perbuatan kami jelek, doakanlah kami..semoga kami diampuni Allah dan diberi petunjuk Allah tidak melakukan hal jelek. Dan semoga yang mengatakan jelek bisa berbuat hal yang lebih bagus dari kami. Daripada kita jelek-jelekin orang, lebih baik mari kita buat apa yang bagus yang dapat kita lakukan…”

Ya Habibana…bagaimana mungkin sebagai muslim hina berlumur dosa, daku membenci sosokmu sebagai seorang manusia?

Padahal dalam darahmu mengalir darah manusia paling utama. Engkau termasuk keturunan dari mutiara tiada duanya. Yang tak mungkin alam semesta ini tercipta tanpa berkah datukmu, “Nur Muhammad” yang mulia tiada bandingnya!

Entah sudah berapa orang dan tokoh yang semula begitu benci dan anti terhadap FPI, namun berbalik arah mencintai atau minimal respek terhadap organisasi ini. Jaya Suprana, Zang Wei Jian, Pendeta Gilbert, Ratna Sarumpaet adalah contoh nyata. Dan penulis adalah diantaranya.
Sebenarnya saya pribadi kurang sepakat jika FPI dianggap Islam garis keras yang tanpa aturan asal main pukul dan pentung. Karena dalam aksinya FPI punya SOP (Standar Operasional Prosedur) berkoordinasi dengan aparatur pemerintahan, mulai dari Lurah, Camat. Kapolsek, Danramil,dll.

Almarhum Habib Munzir Almusawa (pimpinan Majelis Rasulullah SAW) yang terkenal dengan julukan Sulthonul Qulub karena kelembutan hatinya pernah berkata bahwa “FPI bukanlah Islam garis keras tapi Islam garis tegas!”. Saya pun mengamininya.

Jika ditanya apakah Habib Rizieq menjadi idola saya? Mau jadi anggota atau pengurus FPI?

Maka kujawab, dalam beberapa hal saya ngefans. Terutama istiqomahnya beliau dalam memperjuangkan apa yang diyakini dan orasinya yang menggetarkan hati. Bahkan saya berani berpendapat (boleh setuju boleh tidak), beliaulah salah satu orator terbaik yang dimiliki bangsa ini.
Dan jika diadakan pemilihan “Man of The Year 2016” kategori tokoh agama maka yang paling pantas memperolehnya adalah Imam Besar FPI ini. Sepak terjang beliau di tahun ini sangat menyita perhatian publik, utamanya dalam mengawal kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok..

Saya sangat memahami dengan catatan ini, insya Allah sanggup mewakili jutaan saudaraku sesama muslim, yang awalnya benci menjadi berbalik arah jadi cinta (minimal respek) terhadap Habib Rizieq dan FPI. Catatan ini mungkin terasa “hidup” mewakili perasaan jutaan umat Islam yang menjadi korban media-media sekuler pembenci FPI.[***]

Salam Silaturahim, Allahu Akbar.

_________________________

Oleh: Danar Ulil Husnugraha

Surat Al-Hasan Al-Bashri untuk Umar bin Abdul Aziz inspirasif

Ketika kekuasaan digenggam oleh manusia yg zuhud, maka nasihat ulama menjadi menu santapan yang memenuhi energi sang umara.

Al-Hasan al-Bashri, seorang tabiin yang mulia, menulis surat kepada Umar bin Abdul Aziz yang saat itu menjabat menjadi khalifah. Isi surat tersebut menjelaskan tentang hakikat dunia.

Amma ba’du.. Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dunia adalah rumah persinggahan dan perpindahan bukan rumah tinggal selamanya.

Adam diturunkan ke dunia dari surga sebagai hukuman atasnya, maka berhati-hatilah. Sesungguhnya orang yang berhasrat kepada dunia akan meninggalkannya, orang yang kaya di dunia adalah orang yang miskin (dibanding akhirat), penduduk dunia yang berbahagia adalah orang yang tidak berlebih-lebihan di dalamnya. Jika orang yang berakal lagi cerdik mencermatinya, maka dia melihatnya menghinakan orang yang memuliakannya, mencerai-beraikan orang yang mengumpulkannya. Dunia layaknya racun, siapa yang tidak mengetahuinya akan memakannya, siapa yang tidak mengetahuinya akan berambisi kepadanya, padahal, demi Allah itulah letak kebinasaannya.

Wahai Amirul Mukminin, jadilah seperti orang yang tengah mengobati lukanya, dia menahan pedih sesaat karena dia tidak ingin memikul penderitaan panjang. Bersabar di atas penderitaan dunia lebih ringan daripada memikul ujiannya. Orang yang cerdas adalah orang yang berhati-hati terhadap godaan dunia. Dunia seperti pengantin, mata-mata melihat kepadanya, hati terjerat dengannya, pada dia, demi Dzat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran, adalah pembunuh bagi siapa yang menikahinya.

Wahai Amirul Mukminin, berhati-hatilah terhadap perangkap kebinasaannya, waspadailah keburukannya. Kemakmurannya bersambung dengan kesengsaraan dan penderitaan, kelanggengan membawa kepada kebinasaan dan kefanaan. Ketahuilah wahai Amirul Mukminin, bahwa angan-angannya palsu, harapannya batil, kejernihannya keruh, kehidupannya penderitaan, orang yang meninggalkannya adalah orang yang dibimbing taufik, dan orang yang berpegang padanya adalaah celaka lago tenggelam. Orang yang cerdik lagi pandai adalah orang yang takut kepada apa yang dijadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menimbulkan rasa takut, mewaspadai apa yang Allah telah peringatkan, berlari meninggalkan rumah fana kepada rumah yang abadi, keyakinan ini akan sangat terasa ketika kematian menjelang.

Dunia wahai Amirul Mukminin, adalah rumah hukuman, siapa yag tidak berakal mengumpulkan untuknya, siapa yang tidak berilmu tentangnya akan terkecoh, sementara orang yang tegas lagi berakal adalah orang yang hidup di dunia seperti orang yang mengobati sakitnya, dia menahan diri dari pahitnya obat karena dia berharap kesembuhan, dia takut kepada buruknya akibat di akhirat.

Dunia wahai Amirul Mukminin, demi Allah hanya mimpi, sedangkan akhirat adalah nyata, di antara keduanya adalah kematian. Para hamba berada dalam mimpi yang melenakan, sesungguhnya aku berkata kepadamu wahai Amirul Mukminin apa yang dikatakan oleh seorang laki-laki bijak,

‘Jika kamu selamat, maka kamu selamat dari huru-hara besar itu. Jika tidak, maka aku tidak mengira dirimu akan selamat’.

Ketika surat al-Hasan al-Bashri ini sampai ke tangan Umar bin Abdul Aziz, beliau menangis sesenggukan sehingga orang-orang yang ada di sekitarnya merasa kasihan kepadanya. Umar mengatakan, “Semoga Allah merahmati al-Hasan al-Bashri, beliau terus membangunkan kami dari tidur dan mengingatkan kami dari kelalaian. Sungguh sangat mengagumkan, beliau adalah laki-laki yang penuh kasih terhadap kami (pemimpin), beliau begitu tulus kepada kami. Beliau adalah seorang pemberi nasihat yang sangat jujur dan sangat fasih bahasanya.”

Umar bin Abdul Aziz membalas surat al-Hasan dengan mengatakan:

“Nasihat-nasihat Anda yang berharga telah sampai kepadaku, aku pun mengobati diriku dengan nasihat tersebut. Anda menjelaskan dunia dengan sifat-sifatnya yang hakiki, orang yang pintar adalah orang yang selalu berhati-hati terhadap dunia, seolah-olah penduduknya yang telah ditetapkan kematian sudah mati. Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.”

Ketika balasan Umar sampai di tangan al-Hasan, beliau berkata, “Amirul Mukminin benar-benar mengagumkan, seorang laki-laki yang berkata benar dan menerima nasihat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengagungkan nikmat dengan kepemimpinannya, merahmati umat dengan kekuasaannya, menjadikannya rahmat dan berkah.”

Al-Hasan al-Bashri menulis sedikit lagi pesan kepada Umar bin Abdul Aziz dengan mengatakan:

“Amma ba’du, sesungguhnya ketakutan besar dan perkara yang dicari ada di depanmu, dan engkau pasti akan menyaksikannya, selamat atau celak.” (Az-Zuhd, al-Hasan al-Bashri, Hal.169).

Sumber: Perjalanan Hidup Khalifah Yang Agung, Umar bin Abdul Aziz, Ulama dan Pemimpin Yang Adil ditulis oleh DR. Ali Muhammad ash-Shalabi. Diterbitkan oleh Darul Haq.

Monday, 23 January 2017

Mengenal Perasaan Anak

Banyak ibu ibu lain sering sekali merasa tak mampu mengendalikan emosinya menghadapi anak anaknya, tanpa tahu mengapa mereka merasakan seperti itu. Umumnya bila sudah marah panjang lebar bahkan melengkapinya dengan nolak kepala seperti yang dilakukan bu Tini, ada juga dengan mencubit bahkan memukul, mereka  umumnya menyesal bahkan gak jarang menangis dikamar tidur nya.  Apalagi kalau sudah malam, semua sudah tenang dan dia mengamati atau memandangi  anaknya yang pulas tertidur dan nampak benar keluguan dan kepolosannya..
“Ya Allah kenapa aku marahi dan pukuli anakku ya Allaaah”, keluhnya sambil menciumi anaknya sementara air mata terus berurai.  Penyesalan tak pernah datang diawal….

Diaaam !.. diam mama bilang! Cengeng banget sih gak berenti berenti nangis dari tadi.. Kalau mama sudah gak sabar nanti mama pukul kamu! “
“Tau kenapa mama gak suka sama kamu?, kalau nagis lama,  dibilangin gak denger, gak kayak adikmu!, faham,,?” Ujar  bu Tini pada anaknya yang sulung berusia 5.5 tahun sambil mendorong kepala anaknya…
Terkesan familiar ? Inilah kebiasaan salah yang sering dilakukan kepada anak

Beginilah jadinya bila tak ada persiapan.
Umumnya, jarang sekali  ayah dan ibu memiliki kesiapan atau dipersiapkan oleh orang tuanya  untuk menjadi orang tua.  Kalau dulu, ketika beban pelajaran belum seberat sekarang dan jam belajar belum lagi diatas 8 jam sehari, anak anak masih punya kesempatan untuk bersama dengan  anggota keluarga dirumah. Sehingga kalau tidak terlibat dalam membantu kakak atu tantenya yang punya anak kecil, anak anak masih  dimintai tolong untuk membantu mengasuh atau menolong adiknya.
Tapi situasi kini jauh berubah. Anak anak sekolah pada usia yang lebih dini, mata pelajaran yang padat, jam belajar yg panjang dan tugas sejibun. Pulang, lelah jiwa raga. Main games, nonton TV, kerjakan tugas lalu tidur. Jarang ada kesempatan  untuk dialog dan bercengkrama dalam keluarga. Apalagi kalau kedua orang tua bekerja pula dan pulang selalu lebih telat dari waktu anak tiba dirumah. Bayangkan !

Tiba tiba tak terasa anak sudah lulus sekolah menengah, mahasiswa atau sudah jadi sarjana dan waktu menikahpun tiba. Dari mana ada persiapan menjadi suami istri, apalagi ibu dan ayah?. Tahu tahu punya anak saja. Karena kurang pengetahuan, sengaja atau kesundulan: ada dua balita dalam keluarga . Huih!
Apa yang paling hilang dari  pengasuhan seperti yang diuraikan diatas adalah kesempatan untuk mendengarkan perasaan anak. Andainya saja orang tua tahu, bagaimana pentingnya perasaan itu perlu didengarkan, mereka akan berjuang untuk punya waktu dan berdialog dan membicarakan soal “rasa “ dengan anaknya .

Bisakah anda bayangkan, apa jadinya dengan anak bu Tini diatas yang sejak usia balita ibunya suka berteriak, marah, memerintah (Diam!), mencap (Cengeng banget), mengancam (mama pukul nanti), menyalahkan ( Gak suka sama kamu, gak denger), membandingkan ( gak kayak adikmu)??..
Apakah cara pengasuhan seperti ini, memungkinkan  bagi orang tuanya untuk menunjukkan perhatian dan memperdulikan perasaan anak nya?. Kemana anak ini akan membawa atau mengadukan derita rasa atau jiwanya  kalau orang tuanya terus menerus menggunakan cara pengasuhan serupa ?
Itukan baru sekali!, biasanya berapa kali dalam sehari? dan sudah berapa lama ..? Itu anak siapa ya?

Jadi bagaimana ya kalau nanti dia jadi ibu atau ayah pula?.Bila  orang tuanya terbiasa kalau marah seperti itu, tidakkah anak ini akan mengulang semua apa yang dia terima ini dengan OTOMATIS  terhadap anaknya pula nanti ?.
Berkata seorang ahli : “Hati hati mengasuh anakmu. Perbaiki pola pengasuhanmu sebelum anakmu baligh. Karena engkau sedang salah mengasuh cucumu!”.

Bagaimana mungkin ?

Bagaimana mungkin merubah cara mengasuh, kalau kita :
1.Tidak menyadari bahwa pola asuh yang kita  lakukan adalah pengulangan otomatis dari apa yang diterima dulu  dan belum mampu memutus mata rantainya .
2.Tidak mengenali pola asuh yang bagaimana yang terjadi dengan pasangan kita, mengapa dia suka bersikap dan memiliki cara pengasuhan bahkan cara berfikir yang berbeda dengan kita?. Mengenali  dan menyesuaikan diri dengan semua perbedaan itu tidaklah mudah, biasanya memerlukan waktu 5- 10 tahun. Tergantung bisa didialogkan  dan mau mencari pertolongan ahli atau tidak, bisa  dicari titik temu atau tidak. Sementara anak nambah terus…Marah sama pasangan- anak yang jadi korban iya  kan ?
3.Apalagi kalau pernikahan itu sudah bermasalah dari awal, tidak disetujui kedua belah pihak, atau hanya sebelah saja, ada kesalahan dilakukan sebelum perkawinan yang menimbukan  penolakan dari salah satu keluarga atau anggotanya.
4.Tidak mengerti sama sekali tahapan perkembangan  dan tugas perkembangan anak : Usia sekian anak harusnya sudah mampu melakukan apa dan bagaimana merangsangnya.
5.Tidak faham bahwa  bahwa otak anak  ketika lahir belum bersambungan dengan sempurna, sehingga kemampuannya terbatas, dan banyak hal mereka belum mengerti. Begitu sambungan mencapai trilliunan pada usia 2.5 tahun, anak mulai  belajar menunjukkan dirinya. Tapi ketidak fahaman membuat orang tua mematahkan semangat anak dan tidak memberinya kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya dengan sering menjadi :ayah atau mama “sini” : Sini mama bantuin, Sini ayah tolongin…
6.Begitu anak sudah 4 tahun bisa berpura dan berkhayal dikomentari : Bohong, mengada ada dll. Atau bila mereka memberikan pendapatnya orangtua mengatakan “dia sudah bisa membantah dan tidak patuh lagi “. Hoalllah…kasiannya tuh anak!
7.Orang tua tidak tahu bahwa :
Pusat perasaan diotak, berkembang lebih dulu dari pusat kognitifnya. Karena terburu buru ingin anak jadi pintar dan masuk sekolah, usia dini sudah dileskan Calistung, usia 6 tahun masuk SD. Kadang kadang ini dilakukan karena dirumah sudah ada 2-3 adiknya !.
8.BKKBN  dan Kelompok Neurosaince Terapan pernah menyarankan agar dihindari sedapat mungkin untuk ada dua balita dalam keluarga, karena sangat mengkonsumsi  jiwa, pikiran dan tenaga ibu. Apalagi kalau kedua oang tua bekerja  dan anak di “subkontrakkan” kepada orang lain. Bayangkan apa jadinya dengan anak itu? .
Jika  anak saja tidak mendapatkan  kesempatan untuk  didengarkan perasaannya apalagilah ibunya?

Mengapa fungsi berfikir ibu  jadi terganggu?

Bagaimana tidak, kalau ibu mengalami semua 8 masalah diatas?.
Seorang ahli mengatakan bahwa bila seseorang sedang secara fisik sangat lelah, maka emosi mudah naik, sehingga bagian berfikir diotaknya menjadi sempit dan fungsi berfikir terganggu. Kelakuan  didominasi oleh emosi. Kesadaran dan penyesalan  akan muncul belakangan setelah emosi reda, letih berkurang .

Katherine Ellison, dalam bukunya The Mommy Brain menceritakan hasil risetnya bertahun tahun, bahwa ibu yang  baru melahirkan itu normal bila dua bulan pertama mengalami apa yang disebutnya : “Amnesia keibuan, atau pikun kehamilan”. Hal ini terjadi oleh karena kekacauan kimiawi saat hamil dan melahirkan ditambah dengan rasa sakit, kekurangan tidur dan keharusan  untuk belajar banyak hal sekaligus tentang mengurus, bayi, diri sendiri dan tetap memperhatikan lingkungan. Bila anda lengah sekejap saja, bia menimbulkan  akibat yang sanga mengerikan . Allison mengemukakan juga bahwa di Inggris keadaan ini disebut sebagai : Otak Bubur, di Australia  : “Otak Plasenta” dan “Otak mami” di Jepang . Bayangkanlah kalau di bulan ketiga ibu ini sudah hamil lagi…

Jadi untuk membantu bagaimana agar  ibu “Tidak emosian” dalam mengasuh anak anaknya, semua orang disekitarnya, terutama para ayah dan orang tua hendaknya mengerti akan 8 hal yang  umumnya dihadapi oleh seorang ibu berikut “amnesia atau pikun keibuan” diatas dan jangan abaikan perasaannya .
Diatas segalanya, ibu itu sendiri  harus mampu mengenali dirinya dan berupaya memahami sepenuhnya serta berdamai dengan masa lalunya dengan memaafkan semua yang terjadi.Selain itu ia harus berusaha mengerti apa yang terjadi dengan pasangannya dan orang disekitarnya.Jangan karena tak mau berdamai dengan sejarah hidup, kesal dengan orang sekitar :suami dan anggota keluarga, anak yang dijadikan korban.
Anak tertekan, tak dimengerti dan tak didengarkan perasaannya adalah bencana di hari tua dan akhirat anda..

Dari risetnya tentang otak para ibu, Allison menunjukkan bahwa dengan menjadi ibu anda menjadi lebih pintar dan cerdas dari apa yang kita fikirkan!.Ada lima sifat otak yang dirangsang oleh bayi anda: Persepsi, Efisiensi,Daya tahan,Motivasi,dan Kecerdasan emosi..
Jadi apalagi dear ? : manfaatkan Mommy Brain anda.
Selamat berjuang untuk menyelesaikan urusan dengan diri sendiri  sebelum anda menyelesaikan urusan anak dan keluarga anda. Putuskan mata rantai itu.
Mulailah dengan belajar mendengarkan  dan menerima perasaan anak anda…
Selamat Berbahagia ..
Luv u all

Bekasi 18 Desember 2015
Elly Risman

#ParentingEraDigital

Silahkan dishare bila dirasa bermanfaat.

Agar disayang suami dan berpahala surga


Allah SWT berfirman: Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka. (Al-Nisa ': 34) Dalam ayat ini Allah menghimpun beberapa sifat yang wajib ada pada seorang wanita shalihah, diantaranya adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam hal yang ma'ruf (hal baik) lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.

Al-Sheikh Abdul Rahman bin Nashir As-Sa'di r.h. berkata: "Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada Allah dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: Wanita shalihah adalah yang taat, yaitu taat kepada Allah SWT, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada di rumah atau di sampingnya". Yaitu taat kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada, dia menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya. (Taisir, hal. 177)


Ketika Rasulullah menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah SWT menyatakan kepada beliau dengan firman yang berarti: Jika sampai Nabi menceraikan kalian, mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kalian, muslimat, mukminat, qanitat (taat kepada Allah), taibat (selalu bertobat), 'abidat (sering beribadah), saihat (sering berpuasa) dari kalangan janda ataupun gadis. (At-Tahrim: 5) [Al-Jami 'li Ahkamil Quran, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132]


Nabi SAW ada bersabda: "Bila seorang wanita menjaga shalat lima waktu, berpuasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka ketika berada di akhirat dikatakan kepadanya: Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai" . (Riwayat Ahmad 1/191, Shahihul Jami 'no. 660, 661)


Berdasarkan dalil-dalil tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:

1. Mentauhidkan Allah dengan mengabdikan diri hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.

2. Tunduk kepada perintah Allah, terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah dan lainnya.

3. Menjauhi segala hal yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah yang bisa mengikis sifat-sifat mulia

4. Selalu bertobat kepada Allah sampai lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari kata yang sia-sia, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta dan lainnya.

5. Menaati suami dalam hal kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah dan melaksanakan hak-hak suami sebaiknya.

6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia kesucian dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang ingin melihat, atau dari telinga yang mau mendengar.

Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.


Sifat istri shalihah lainnya bisa dipertimbangkan berikut:

1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah SAW bersabda: "Maukah aku beritahukan kepada kalian, isteri-isteri kamu yang menjadi penghuni surga adalah istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: "Aku tak dapat tidur sebelum engkau reda". (Riwayat al-Nasai dalamIsyratun Nisa no. 257.)


2. Melayani suaminya (melayani suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian dan sejenisnya.

3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya.

Asma 'binti Yazid r.ha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah. Ketika itu kaum pria dan wanita sedang duduk. Beliau bertanya: "Barangkali antara kalian ada suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (hubungan suami istri), dan barangkali ada isteri yang memberitahu apa yang diperbuatnya bersama suaminya?" Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun menjawab: "Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami) ".


Beliau bersabda: "Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti setan jantan yang bertemu dengan setan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya". (Riwayat Ahmad 6/456)

4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya.

5. Ketika suaminya sedang berada di rumah, ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untukistimta '(bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.

6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya.

7. Bersegera memenuhi ajakan suami memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar'i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah SAW yang artinya: Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya (enggan) melainkan Allah SWT murka terhadapnya sampai si suami reda padanya. (Riwayat Muslim no. 1436)


Itulah sifat-sifat istri solehah yang dijanjikan surga oleh Allah. Semoga kita, anda semua para istri bisa memperoleh kedudukan ini dan besok masuk surga dari pintu mana saja yang kita kehendaki. Amin…